BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk
social disamping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk individual manusia
mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri,
sedangkan sebagai makhluk social manusai mempunyai dorongan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan social.
Dengan adanya
dorongan dan motif social pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain
untuk mengadakan hubungn atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka
akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.
B. Rumusan
Masalah
1. Pengertian
interaksi social
2. Factor-faktor
yang mendasari berlangsungnya interaksi social
3. Proses
sosialiasai
4. Ciri-ciri
dan peranan situasi kelompok socialterhadap individu dan sebaliknya.
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian interaksi social
2. Untuk
mengetahui factor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi social
3. Untuk
mengetahui bagaimana proses sosialisasi
4. Untuk
mengetahui ciri-ciri dan peranan situasi kelompok social terhadap individu dan
sebaliknya.
BAB II
INTERAKSI SOSIAL
A.
PENGERTIAN
INTERAKSI SOSIAL
Interaksi social adalah hubungan antara individu
satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain
atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timba balik.
Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Didalam interaksi social ada kemungkinan individu
dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian
disisi dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan
keadaan disekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
individu yang bersangkutan.
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa antara
lingkungan dan individu terjadi interaksi satu dengan yang lain nya, sehingga
perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan, dan keadaan ini
diformulasikan sebagai B=f(O→E) seperti telah dijelaskan pada bagian depan.
Formulasi yang lain dikemukakan oleh Bandura (1977)
gambaran ini lebih jelas tentang hubungan antara individu dengan lingkungannya
dan individu dengan dirinya sendiri. Formulasi ini memberikan pengertian bahwa
perilaku seseorang akan dapat mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga dapat
mempengaruhi individu yang bersangkutan. Dalam interaksi social formulasi ini
mempunyai arti yang lebih bermakna daripada formulasi yang terdahulu. Formulasi
B=f(O→E) hanya memandang tentang timbulnya atau corak dari perilaku itu,
sedangkan formulasi bandura menunjukkan bagaimana peran perilaku terhadap
lingkungan dan dirinya sendiri. Dengan demikian dalam memandang perilaku dalam
interaksi social tidak lagi unidirectional
tetapi bidirectional dalam arti
bahwa perilaku juga dapat sebagai interactional
determinant.
Interakasi yang kelihatanya sangat sederhana,
sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Memang kalau dilihat dari teori insting yang dikemukakan
oleh McDougall (lih. Baron dan Byrne, 1984), manusia itu secara instingtif akan
berhubungan satu dengan yang lain ( lih. Crider, dkk. 1983). Namun perilaku
dalam interaksi social tidak sesederhana itu, tetapi perilaku itu didasari oleh
berbagai factor psikologis lain. Seperti dikemukakan oleh Floyd Allport (lih.
Baron dan Byrne, 1984) bahwa perilaku dalam interaksi social ditentukan oleh
banyak factor termasuk manusia lain yang ada di sekitarnya dengan perilaku yang
spesifik. Walaupun demikian tentang factor yang mendasari perilaku dalam
interaksi social diantara para ahli belum dapat kata yang menyatu.
B.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MENDASARI BERLANGSUNGNYA INTERAKSI SOSIAL
1.
Faktor
imitasi
Factor
ini telah diuraikan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan
social itu sebenarnya berdasarkan pada factor imitasi saja. Walaupun pendapat
ini berat sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi social itu tidak
kecil. Terbukti misalnya pada anak-anak yang sedang belajar bahasa, seakan-akan
mereka mengimitasi dirinya sendiri, mengulang-ulangi bunyi kata-kata, melatih
fungsi-fungsi lidah, dan mulut untuk berbicara. Kemudian ia mengimitasi kepada
orang lain, dan memang sukar orang belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain,
bahkan tidak hanya berbahasa saja, tetapi juga tingkah laku tertentu, cara
memberi hormat, cara berterima kasih, cara memberi isyarat, dan lain-lain kita
pelajari pada mula-mulanya mengimitasi. Juga cara berpakaian, adat istiadat,
dan konvensi-konvensi lainnya factor imitasilah yang memegang peranan penting.
Peranan
factor imitasi dalam interaksi social seperti diatas juga mempunyai segi-segi
negative, yaitu:
·
Mungkin yang diimitasi itu salah,
sehingga menimbulkan kesalahan kolektif yang meliputi jumlah manusia yang
besar.
·
Kadang-kadang orang yang mengimitasi
sesuatu tanpa kritik, sehingga dapat menghambat perkembangan kebiasaan berfikir
kritis.
2.
Factor
Sugesti
Yang dimaksud sugesti
ialah pengaruh psikis, baik yang dating dari dirinya sendiri maupun dari orang
lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Karena itu dalam
psikologi sugesti ini dibedakan adanya:
·
Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap
diri yang datang dari dirinya sendiri.
·
Hetero-sugesti, yaitu sugesti yang
datang dari orang lain.
a.
Sugesti
karena hambatan berfikir
Pada
umumnya apabila orang terkena kesan atau stimulus yang bersifat emosional tidak
dapat lagi berfikir secara baik atau secara kritis, sehingga dengan demikian
akan mudah menerima apa yang akan dikemukakan oleh orang lain.
b.
sugesti
karena keadaan pikiran terpecah belah ( dissosiasi)
orang
itu akan mudah juaga menerima sugesti dari orang lain apabila kemampuan berfikirnya
terpecah belah.
c.
Sugesti
karena mayoritas
Dalam
hal ini orang akan mempunyai kecendrungan untuk menerima suatu pandangan,
pendapat atau norma-norma, dan sebagainya, apabila norma-norma itu mendapatkan
dukungan orang banyak atau mayoritas, dimana sebagian besar dari kelompok atau
golongan itu memberikan sokongan atas pendapat, pandangan-pandangan tersebut.
d.
Sugesti
karena minoritas
Dalam
hal ini orang mempunyai kecendrungan bahwa akan mudah menerima apa yang
dikemukakan oleh orang lain itu apabila memberikan itu mempunyai otoritas
mengenai masalah tersebut.
e.
Sugesti
karena Will to believe
Orang
yang ada dalam keadaan ragu-ragu akan mudah menerima sugesti dari pihak lain.
Dengan demikian sugesti itu akan lebih meyakinkan tentang pendapat yang telah
ada padanya yang masih dalam keadaan samar-samar.
3.
Factor
Identifikasi
Identifikasi
dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik dengan orang lain, baik
secara lahiriah maupun secara bathiniah. Proses identifikasi mula-mulanya
berlangsung tidak sadar kemudian irrasional, yaitu berdasrkan perasaan-perasaan
atau kecendrungan-kecendrungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara
rasional, dan ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi system norma-norma,
cita-cita dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu.
4.
Faktor
Simpati
Simpati
adalah perasaan tertarik orang yang satu terhadap orang lain. Simpati timbul
berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan
orang dapat tiba-tiba merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya
karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku menarik baginya.
Proses
simpati dapat pula berjalan secara perlahan-lahan secara sadar dan cukup nyata
dalam hubungan dua atau lebih orang. Misalnya hubungan cinta kasih antara
manusia, biasanya didahului dengan hubungan simpati.
Perbedaanya
dengan identifikasi, dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejak. Mencontoh
dan ingin belajar. Sedangkan simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan
ingin kerjasama.
Dengan
demikian simpati hanya akan berlangsung dan berkembang dalam relasi kerja sama
antara dua orang atau lebih, bila terdapat saling pengertian.
Tokoh-tokoh
teori individualisme, ADAM SMITH (1759) dan HEBERT SPENCER (1870) juga
menerangkan prinsip-prinsip simpati untuk menerangkan tindakan-tindakan yang
tidak semata-mata mengejar keuntungan sendiri atas dasar pikiran, tetapi juga
dikemudikan oleh simpati terhadap orang lain yang tanpa itu sebenarnya
kehidupan social itu tidak mungkin ada.
Adam
smith membedakan 2 bentuk dasar daripada simpati:
a. Yang
menimbulkan respons yang cepat hampir seperti reflex.
b. Yang
sifatnya lebih intelektual kita dapat bersimpati terhadap seseorang,
meskipun kita tidak merasakan sebagai
yang ia rasakan.
MAX SCHELER membagi simpati dalam 8
bentuk. Ke-1 sampai 3 adalah tingkatan simpati yang rendah, yang dinyatakan sebagai pseudo
sympathy.
a. Einfuhlung
b. Meitenander
fuhlung
c. Gefuhls
anstechung
d. Einsfuhlung
e. Nachfuhlung
f. Mitgefuhl
g. Menshenliebe
h. Akomische
person und gottes liebe
C.
PROSES
SOSIALISASI
Interaksi adalah masalah yang paling unik yang
timbul pada diri manusia. Interaksi di timbulkan oleh bermacam-macam hal yang
merupakan dasar dari peristiwa social yang lebih luas. Kejadian-kejadian di
dalam masyarakat pada dasarnya bersumber pada interaksi antara individu dengan
individu dapat dikatakan bahwa tiap-tiap orang dalam masyarakat adalah
sumber-sumber dan pusat efek psikologis yang berlansung pada kehidupan orang
lain.
Artinya tiap-tiap orang itu dapat merupakan sumber
dan pusat psikologis yang mempengaruhi hidup kejiwaan orang lain, dan efek itu
bagi tiap orang tidak sama.
Interaksi ini dapat di bedakan 2 macam,
1. Interaksi
antara benda-benda, bersifat statis, member respons terhadap tindakan-tindakan
kita, bukan terhadap kita dan timbulnya hanya satu pihak saja yaitu pada orang
yang melakukan perbuatan itu.
2. Interaksi
antara manusia dengan manusia, bersifat dinamis, member respons tertentu pada
manusia lain, dan proses kejiwaan yang timbul terdapat pada segala pihak yang
bersangkutan.
Misalnya: melihat orang menanggis, hal itu dapat
mengetahui bahwa orang itu susah/ sedih. Maka dalam hal ini timbullah suatu
ajaran yang terkenal dengan: Inteference doctrine. Menurut ajaran ini tiap
orang mempunyai pengalaman dan kesadaran sendiri yang berwujud
pikiran,perasaan, kemauan dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman kejiwaan ini
adalah penting dan sebagai dasar untuk mengenal kesadaran yang dialami oleh
orang lain.
Kelemahan-kelemahan terhadap interference doctrine
1. Dalam
kenyataannya sering kita mengetahui psikologi orang lain secara langsung tanpa
melakukan interference.
2. Inteferenci
doctrin menganggap bahwa kita mengamati kejadian dalam diri kita sendiri dengan
cara seperti pengamatan pada orang lain.
3. Bila
kita bersendi pada ajaran interference-doctrin ini maka kita tidak mungkin bisa
menangkap pengalaman orang lain yang belum pernah kita alami.
Selanjutnya walaupun ajaran stimulus respons theory
mempunyai nilai yang lebih positif, dalam arti ajaran ini memusatkan pada
hubungan yang terjalin antara tindakan orang lain, namun terdapat juga
kelemahannya. Sebab ajaran ini menganggap manusia hanya sebagai mesin reaksi,
sehingga tidak mengakui adanya understanding.
D.
CIRI-CIRI
DAN PERANAN SITUASI KELOMPOK SOSIAL TERHADAP INDIVIDU DAN SEBALIKNYA
1.
Eskperimen
situasi kebersamaan F.H. Allport (1916-1919)
Dalam
eksperimen ini ternyata bahwa situasi kebersamaan itu,pada diri nya sendiri
sudah dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dengan cara demikian. Sehingga
menjadi berlainan dibandingkan dengan tingkah laku manusia itu dalam keadaaan kesendirian.
Eksperimen
tersebut diadakan terhadap mahasiswa-mahasiswa dan mahsiswi-mahasiswi yang
diminta untuk menyatakan pendapatnya tentang rangsangan-rangsangan terdiri atas
cairan-cairan dalam botol yang mempunyai bermacam-macam baunya, yaitu 10 variasi
dan cairan yang bau sekali sampai kepada yang harum.
Jadi,
dalam eksperimen ternyata bahwa situasi kebersamaan itu pada dirinya sendiri
mempunyai akibat menghilangkan penilaian-penilaian yang ekstrim pada
orang-orang yang turut serta dalam keadaan kebersamaan itu, dengan kata lain
keadaan tersebut mempunyai pengaruh lebih menyamaratakan penilaian-penilaian
tersebut.
Dari
eksperimen Allport ternyata bahwa situasi social pada diri sendiri(an sich)
sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiatan individu
dibandingkan dengan kegiatan-kegiatannya yang sama apabila dalam keadaan
sendirian yaitu bahwa situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyamaratakan
pendapat-pendapat orang yang terlibat didalamnya. Hal ini sesuai dengan
beberapa pendapat dalam sejarah perkembangan ilmu jiwa social.
2.
Eksperimen
rosenbaum dan blake
Eksperimen
ini dilakukan untuk menyelidiki akibat dari suatu sikap dan tignkah laku yang
dinytakan oleh sesorang didalam keadaan kebersamaan terhadap sikap dan tingkah
laku orang lain dalam keadaan tersebut apabila menghadapi persoalan yang sama.
Dengan kata lain, mudah atau tidakah terjadi imitasi dalam keadaan kebersamaan
itu.
Dalam
keadaan kebersamaan orang-orang mudah mengimitasi sebuah contoh ( mudah terkena pengaruh sugesti dari contoh)
hasil-hasil ini lebih berarti apabila kita melihat dari hasi percoabaan control
dimana ternyata bahwa tanpa contoh itu terdapat keragu-raguan kecendrungan nya
yang menjadi kecendrungan umum.
Dari
eksperimen resenbaum dam blake ternyata bahwa situasi togetherness itu, sebagai
bentuk situasi social, dan sikap keragu-raguan individu mengenai apa yang harus
ia lakuakan, sangat memudahkan terjadi nya imitasi dan sugesti terhadap tingkah
laku orang dalam keadaan yang sama.
3.
Eskperimen
Asch
Eksperimen
asch (1952) akan nyata betapa peranan sugesti dalam situasi social pada umumnya
dan didalam situasi keadaan kebersamaan pada khusunya. Dalam pada itu diteliti
antara lain peranan dari sugesti mayoritas.
Dalam
eksperimen-eksperimen Acsh ini terdapat tiga variable:
a. Jumlah
mayoritas
b. Jumlah
minoritas
c. Taraf
kesukaran tugas.
Dari asch ternyata bahwa pengaruh
sugesti (mayoritas) terhadap penilaian individu dalam keadaan kebersamaan itu
besar apabila individu itu ragu-ragu dalam penilaian nya. Sugesti (mayoritas)
tidak berpengaruh apabila individu dengan jelas mengetahui apa yang harus ia
lakukan. Pengaruh sugesti dalam keadaan tadi akn diperkecil apabila terdapat
pula sugesti minoritas yang berlawanan dengan sugesti mayoritas dalam keadaan
yang sama.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Didalam interaksi social ada kemungkinan individu
dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian
disisi dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan
keadaan disekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
individu yang bersangkutan.
Factor-faktor yang mendasari berlangsungnya
interaksi social adalah : factor imitasi, factor sugesti, factor identifikasi,
factor simpati dan ajaran evolusionisme.
Didalam proses sosialisasi, tiap-tiap orang itu
dapat merupakan sumber dan pusat psikologis yang mempengaruhi hidup kejiwaan
orang lain, dan efek itu bagi tiap orang tidak sama.
Cirri-ciri dan peranan situasi kelompok social
terhadap individu dan sebaliknya kemukakan melalui eksperimen situasi
kebersamaan F.H. Alport(1916-1919), ekperimen rosenbaum dan blake dan
eksperimen asch.
B. SARAN
Berdasarkan makalah yang kami buat, mungkin ada
tambahan-tambahan untuk mengisi kekurangan-kekurangan dalam makalah ini. Saran
dari semuanya akan kami kumpulkan untuk memberi semangat dan acuan dalam
penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu
Ahmadi. 2007. Psikologi Social. Jakarta:
Rineka Cipta.
Bimo
Walgito.2003. Psikologi Social (Suatu
Pengantar). Yogyakarta: ANDI.
Slots, Casino & Events - Mapyro
BalasHapusThe world's 오산 출장샵 largest collection of slot machines. 김해 출장샵 Explore over 70 titles and 1,200 unique choegocasino slot machines at Mapyro. 영천 출장마사지 Slot machines - 통영 출장마사지 A Quick Answer.